Selasa, 19 Juni 2012

Siti Rohani - Peran Pemerintah dalam Perbankan Syariah



PERAN PEMERINTAH DALAM PERBANKAN ISLAM

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Tidak hanya itu, ditengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya. Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan No. 10 Tahun 1998. Undang-undang pengganti UU No.7 Tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Pemerintah adalah organ yang sangat dominan dalam sebuah negara. Selain memiliki hak, pemerintah juga memliki fungsi. Salah satu fungsi pemerintah yaitu fungsi regulasi atau pembuat kebijakan. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar negara mampu meraih tujuan. Kebijakan tersebut juga termasuk kebijakan dalam perbankan syariah. Meskipun saat ini perbankan syariah di Indonesia dikembangkan dalam kerangka sistem perbankan ganda dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), masa depan perbankan syariah harus diperhitungkan. Pengembangan sistem perbankan ganda membuktikan bahwa stabilitas dan pertumbuhan dapat selaras dan sejalan dalam memperkokoh ketahanan perbankan nasional. Kombinasi sistem ini memungkinkan mendorong sejumlah sudut pasar perbankan yang belum tergarap seluruhnya. Di lain pihak, ini menjadi alternatif bagi masyarakat negara muslim terbesar di dunia untuk memilih jasa keuangan mana yang terbaik menurut mereka. Terbukanya pasar alternatif membuka peluang kompetisi yang lebih besar. Sejumlah bank internasional pun mulai membuka lini syariah dan turut berkompetisi untuk menggarap pasar ini.
Potensi pasar perbankan syariah di Indonesia sesungguhnya sangat besar. Faktor utamanya adalah Indonesia mempunyai populasi muslim terbesar di dunia. Bahkan pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia (53,4 persen dalam kurun 2003-2008). Meskipun demikian, besarnya pasar perbankan syariah Indonesia di arena domestik masih mungil. Per Oktober 2009, besar aset perbankan syariah dibandingkan aset perbankan nasional hanya berada di angka 2,5 persen. Industri perbankan syariah di Indonesia perlu semacam breakthrough yang dapat memperbesar size industri secara signifikan. Selama ini pertumbuhan perbankan syariah secara eksternal hanya ditopang oleh Bank Indonesia selaku regulator.
Dalam industri keuangan syariah, peran Pemerintah secara langsung baru sebatas pada bidang hukum (menerbitkan UU Perbankan Syariah dan UU Surat Berharga Syariah Negara) dan keuangan Negara. Sedangkan “secara tidak langsung” Pemerintah mengizinkan beberapa Bank BUMN mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS) atau Bank Umum Syariah sebagai anak perusahaan Bank BUMN tersebut. Tapi sebagai anak perusahaan, bank syariah tersebut mempunyai aset yang mungil dibandingkan induknya.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
Peran pemerintah akan sangat berarti saat ini, tepat ketika industri perbankan syariah tumbuh cepat sepanjang tahun 2011 mencapai 48%. Angka itu membuat nilai dan tingkat pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia berada di urutan ke 4 dunia, setelah Iran, Malaysia dan Uni Emirat Arab. Para praktisi perbankan syariah, memproyeksikan tahun 2012 mencapai angka pertumbuhan sebesar 64%, angka yang cukup optimis jika dikaitkan dengan terpuruknya situasi ekonomi global. Optimisme itu berhasil menarik investor sehingga meningkatkan investasi dalam sistem syariah meningkat pesat. Akibatnya adalah rasio permodalan perbankan syariah Indonesia terus tumbuh menggembirakan, sehingga kemampuan pembiayaan juga naik, kenaikan angka penyaluran kredit yang mencapai 60 triliun rupiah dan total aset perbankan yang mencapai 149 triliun rupiah dengan rasio gagal bayar hanya 1,23%.
Sudah saatnya pemerintah mendorong pertumbuhan sistem keuangan dan perbankan syariah dengan langkah nyata. BUMN syariah perlu dipertimbangkan, demikian juga dengan pembangunan konsorsium kreditor syariah khusus untuk percepatan pembangunan infrastruktur. Sebagian anggaran negara juga dapat dititipkan ke Bank Syariah (BUMN Syariah) sehingga dapat memperkokoh, menjadi stimulus dan memacu kompetisi dan investasi di sektor itu. Potensi pendapatan yang cukup besar dari investasi sektor syariah seharusnya mendapatkan perhatian, terlalu sulit diabaikan oleh pemerintah. Model sistem keuangan syariah juga tidak sulit untuk diintegrasikan dengan sistem dan cara kerja koperasi dalam bentuk koperasi syariah. Koperasi syariah sangat potensial dan perlu dikaji untuk kemudian dikembangkan untuk menjangkau sudut-sudut basis produksi dengan pasar utama industri UMKM yang sulit dijangkau perbankan nasional, demikian juga untuk meningkatkan produktivitas petani dan nelayan. Potensi pengembangan ke arah ini dapat menjadi terobosan alternatif untuk membangun fundamental ekonomi berbasis industri dan jasa yang tangguh bagi Indonesia dalam 30 tahun ke depan. Di sektor moneter, komposisi yang tepat atas kebijakan moneter dalam kerangka asas sistem keuangan syariah akan meningkatkan kinerja moneter Nasional menjadi lebih efisien.
Salah satu aksi nyata peran Pemerintah bisa dimulai dengan menempatkan sebagian dana termasuk pengelolaan cash management perusahaan milik negara dan instansi pemerintahan ke perbankan syariah. Pemerintah juga bisa memberikan perlakuan yang setara antara perbankan konvensional dan syariah. Misalnya bantuan kredit program harus ada yang berskema syariah dan disalurkan lewat bank syariah. Bahkan oleh pemerintah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) diserahkan kepada Bank syariah. Mengingat haji adalah kegiatan spiritual yang seharusnya tidak terkontaminasi oleh riba. Umat Islam akan menjadi tenang menjalan ibadah haji ketika dana yang disetorkan kepada pemerintah dikelola secara syariah yang bebas dari unsur-unsur riba atau subhat. Padahal, dalam pengelolaan dana haji yang cukup besar ini, pemerintah dapat saja melakukan beberapa alternatif yang dinilai strategis.
Pertama, dana haji dapat dikelola di bank syariah secara terpadu. Pemerintah dapat membuat kebijakan melalui regulasinya bekerjasama dengan Bank Indonesia “membawa” dana haji umat ke dalam pengelolaan bank syariah secara terpadu. Secara terpadu yang dimaksud, adalah pengelolaan dana haji yang mungkin dilakukan berbagai macam bank syariah dilakukan kebijakan yang sama dalam pengelolaannya sehingga keabsahan dan keuntungan yang diperoleh dapat diketahui sekaligus secara transparan.
Kebijakan ini bukan hanya terkait dengan upaya mendorong perkembangan ekonomi syariah itu sendiri, namun lebih dari itu dana umat yang dipakai untuk melaksanakan ibadah harusnya bersih dari unsur-unsur riba. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan dana umat bukan hanya terkait dengan persoalan “untung-rugi”, lebih dari itu menyangkut aspek teologis sebagai umat Islam yang merasa “sah” ibadah yang dikerjakan.
Kedua, mendirikan bank syariah yang khusus mengelola dana haji. Dengan demikian dana haji dapat terpusat dan secara utuh dapat dikelola. Karenanya, sepantasnyalah wacana untuk mendirikan bank syariah khusus haji pantas untuk diperbincangkan secara serius oleh pemerintah dan pihak yang terkait. Selain alasan terpusatnya dana haji yang bebas dari unsur-unsur riba, dana tersebut juga dapat dikelola secara maksimal secara syariah sehingga dapat memberikan keuntungan yang sangat besar. Dengan dana yang tidak kecil, jika pendirian bank haji dapat terwujud maka bank tersebut menjadi salah satu bank yang terbesar diantara bank syariah yang ada. Saat ini asset bank syariah terbesar adalah Bank Syariah Mandiri (BSM) sebanyak 24 triliun dan Bank Mumalat dengan asset sekitar 15 triliun.
Ketiga, melakukan investasi dana haji melalui wakaf uang dan investasi sukuk. Dua instrumen investasi ini sangat memungkinkan dilakukan dalam rangka pemberdayaan dana haji secara syariah. Investasi melalui wakaf uang dapat merujuk UU No. 41 Tentang Wakaf. Salah satu jenis wakaf yang dapat dilakukan adalah wakaf uang dalam jangka waktu tertentu, dalam hal ini dana calon jamaah haji yang masuk dalam daftar tunggu di atas satu tahun sebelum keberangkatan dapat diinvestasikan melaui wakaf uang sehingga dana tersebut lebih berdaya.
Selain itu, dana haji yang “terlantar”, yakni dana yang mengendap beberapa tahun sebelum keberangkatan dapat diinvestasikan melalui instrumen sukuk atau SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional). Investasi melalui instrumen sukuk berlandaskan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN). Dana haji yang ditempatkan pada instrument Sukuk akan dijamin oleh negara sehingga tidak khawatir akan gagal bayar dan berdampak pada keberangkatan calon haji. Tentu, investasi model ini dilakukan dengan memperhatikan aspek akad secara menyeluruh. Dari akad calon jamaah haji kepada bank, kemudian dari bank dalam Sukuk serta akad yang dipergunakan dalam Sukuk sesuai dengan penggunaan dana haji yang akan dipergunakan untuk keberangkatan ditanah suci.












KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah dalam perbankan syariah sudah semakin nampak. Hal ini terbukti adanya UU No.7 Tahun 1992 dan perubahannya UU perbankan No. 10 Tahun 1998 yang mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Tidak hanya sebatas itu peran pemerintah juga memberikan kontribusi dana untuk dikelola oleh bank syariah yaitu tentang dana haji yang sebelumnya dikelola oleh bank-bank nasional. Disamping itu pemerintah telah memberikan izin kepada bank-bank  syariah dan konvensional untuk membuka cabang atau unit yang lebih luas. Dengan demikian diharapkan bank syariah mampu tumbuh dan berkembang dengan pesat dan memberikan perubahan kepada perekonomian nasional sehingga Indonesia menjadi Negara yang lebih maju.
Untuk mencapai hal tersebut Pemerintah harus proaktif mengundang investor mancanegara (terutama dari Timur Tengah) untuk berinvestasi di industri perbankan syariah Indonesia. Pemerintah Indonesia dapat mencontoh pemerintah Singapura yang rajin melakukan pendekatan personal kepada para investor Timur Tengah. Terkait dengan hal ini, Pemerintah terlebih dulu harus merevisi Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai agar transaksi murabahah di bank syariah tidak dikenakan pajak ganda. Karena untuk menjaring investor asing, Indonesia perlu membuat regulasi yang mengakomodasi pertumbuhan perbankan syariah.
Selain itu, agar peran Pemerintah bisa optimal maka diperlukan juga sinergi antar instansi Pemerintah dan stakeholder perbankan syariah (seperti Bank Indonesia)  untuk bergotong royong mengembangkan industri perbankan syariah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar