Kamis, 28 Juni 2012

Resty Yulastri - PEMBIAYAAN TAKE-OVER BANK SYARIAH


MAKALAH
(PEMBIAYAAN TAKE-OVER BANK SYARIAH)
Absen 20


OLEH :
RESTI YULASTRI
NIM : 10916005065


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1433 H/2012 M




BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENDAHULUAN

Perkembangan perbankan di Indonesia sejak adanya revisi UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah telah memberikan andil besar dalam perkembangan perbankan syariah sampai sekarang ini. Menjamurnya bank syariah banyak menimbulkan kekhawatiran bank-bank konvesional sehingga banyak bank-bank konvensional membuka unit syariah. Kehadiran bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif berbasis syariah, yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi. Namun dewasa ini, banyaknya bank-bank yang mengatasnamakan bank syariah membuat masyarakat bingung dalam memilih bank mana yang harus mereka percayai. Dari masalah di ataslah, yang melatar belakangi penyusun untuk menyusun makalah ini, yaitu untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan penyusun mengenai sistem pembiayaan take-over perbankan syariah.
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembiayaan Take-Over Bank Syariah
Pembiayaan berdasarkan take over adalah salah satu bentuk pelayanan bank syariah dalam membantu masyarakat rnengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan men]adi transaksi yang sesuai dengan syariah berdasarkan permintaan nasabah. Dalam hal ini, bank syariah mengambil alih hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan jasa hiwalah atau menggunakan qard yangdisesuaikan dengan ada tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional.
Setelah nasabah melunasi kewajibannya kepada bank konvesnional transaksi yang terjadi adalah antara nasabah dengan bank syariah. Dalam pembiayaan berdasarkantake over ini, bank syariah mengklasifikasikan hutang kepada bank konvensional menajdi dua macarn, yaitu :
1.       hutang pokok plus bunga dan
2.      hutang pokok saja.
Dalam menangani hutang nasabah berbentuk hutang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa qard(pinjaman uang). Sebab, alokasi pengguanaan qard tidak terbatas, termasuk untuk menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan yang berbentuk hutang pokok saja, bank syariah memberikan jasahiwalah (alih hutang piutang). Sebab, hiwalah tidak bisa untuk menalangi hutang yang berbasis bunga.
Dengan demikian dalam memberikan pembiayaan, bank syariah dapat mengklasifikasikan pembiayaan yang diajukan nasabah ke dalam dua kategori, yakni pembiayaan take over ataunontake over.
Baik pembiayaan take over ataunontake over, faktor selanjutnya yang perlu diperhatikari oleh bank syariah adalah apakah pembiayaan tersebut berbentuk sindikasi atau nonsindikasi.
Jika pembiayaan berupa nontake over berupa sindikasi, maka yang perlu diperhatiakan adalah apakah sindikasinya merupakan korporasi (perusahaan) atau bukan. Jika ya, maka alur modal awal yang diberikan masing-masing bank dilebur manjadi satu kesatuan, sehingga keuntungan dan kerugian menjadi hak dan tanggung jawab bersama sesuai dengan proporsi modal masing-masing. Namun jika bukan korporasi, maka bank tidak mendapat fasilitas pembiayaan.
Kemudian, yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah mengklasifikasi apakah pembiayaan tersebut termasuk modal kerja, investasi, atau konsumtif.
Sedangkan jika pembiayan take over dalam bentuk sindikasi, maka yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau hutang pokok plus bunga. Jika hanya hutang pokok saja maka bank sebaiknya memberikan jasa hiwalah. Namun jika hutang pokok plus bunga maka bank syariah memberikan qard kepada nasabah, sehingga nasabah dapat melunasi hutangnya di bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak milik nasabah secara penuh. Dalam hal ini, baik melalui pemnberian jasa hiwalah ataupun pemberian qardh, langkah berikutnya yang dilakukan bank syariah adalah mengidentifikasi apakah sindikasi tersebut berbentuk lead syndication club deal, atau sub sindication.
Jika sindikasi tersebut berbentuk lead syndication, bank syariah perlu melakukan desain akad musyarakah. Namun, jika bentuk sindikasi tersebut adalah club deal atau sub sindication, bank syariah tidak perlu membentuk akad musyarakah. Setelah proses identifikasi tentang bentuk-bentuk sindikasi dilakukan, bank syariah membeli secara tunai aset nasabah yang menjadi objek pengalihan hutang tersebut untuk kemudian disewabelikan kembali kepada nasabah melalui akad IMBT. Penerapan akad IMBT ini pada hakikatnya adalah untuk menghindari terjadinya bai’ al-inah yang merupakan salah satu akad jual beli yang dilarang dalam syariah.
Dalam hal pembiayaan tersebut merupakan pembiayaan take over yang tidak berbentuk sindikasi, hal yang pertama bank syariah lakukan adalah melakukan identifikasi terhadap hutang nasabah, apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau hutang plus bunga. Jika hanya terdiri dari hutang pokok, langkah pertama yang diberikan bank adalah pemberian jasa hiwalah. Namun jika hutang nasabah terdiri dari hutang pokok , langkah pertama yang diberikan bank syariah adalah memberikan qardh kepada nasabah sehingga nasabah dapat melunasi hutangnya di bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak  milik nasabah  secara penuh .
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah. Dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank syariah melakukan jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengan ada atau tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan take over adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar