MAKALAH
(PEMBIAYAAN TAKE-OVER BANK SYARIAH)
Absen 20
OLEH
:
RESTI YULASTRI
NIM : 10916005065
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1433
H/2012 M
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Perkembangan
perbankan di Indonesia sejak adanya revisi UU No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan syariah telah memberikan andil besar dalam perkembangan perbankan
syariah sampai sekarang ini. Menjamurnya bank syariah banyak menimbulkan
kekhawatiran bank-bank konvesional sehingga banyak bank-bank konvensional
membuka unit syariah. Kehadiran bank syariah di tengah-tengah perbankan
konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif berbasis
syariah, yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi.
Namun dewasa ini, banyaknya bank-bank yang mengatasnamakan bank syariah membuat
masyarakat bingung dalam memilih bank mana yang harus mereka percayai. Dari
masalah di ataslah, yang melatar belakangi penyusun untuk menyusun makalah ini,
yaitu untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan penyusun mengenai sistem pembiayaan
take-over perbankan syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pembiayaan
Take-Over Bank Syariah
Pembiayaan berdasarkan take
over adalah salah satu bentuk pelayanan bank syariah dalam membantu
masyarakat rnengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan men]adi
transaksi yang sesuai dengan syariah berdasarkan permintaan nasabah. Dalam hal
ini, bank syariah mengambil alih hutang nasabah di bank konvensional dengan
cara memberikan jasa hiwalah atau menggunakan qard yangdisesuaikan
dengan ada tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional.
Setelah nasabah melunasi
kewajibannya kepada bank konvesnional transaksi yang terjadi adalah antara
nasabah dengan bank syariah. Dalam pembiayaan berdasarkantake over ini,
bank syariah mengklasifikasikan hutang kepada bank konvensional menajdi dua
macarn, yaitu :
1. hutang pokok plus bunga dan
2. hutang pokok saja.
Dalam menangani hutang nasabah berbentuk
hutang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa qard(pinjaman
uang). Sebab, alokasi pengguanaan qard tidak terbatas, termasuk
untuk menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan yang berbentuk hutang
pokok saja, bank syariah memberikan jasahiwalah (alih hutang piutang).
Sebab, hiwalah tidak bisa untuk menalangi hutang yang berbasis
bunga.
Dengan demikian dalam memberikan
pembiayaan, bank syariah dapat mengklasifikasikan pembiayaan yang diajukan
nasabah ke dalam dua kategori, yakni pembiayaan take over ataunontake
over.
Baik pembiayaan take over
ataunontake over, faktor selanjutnya yang perlu diperhatikari oleh bank
syariah adalah apakah pembiayaan tersebut berbentuk sindikasi atau
nonsindikasi.
Jika pembiayaan berupa nontake over
berupa sindikasi, maka yang perlu diperhatiakan adalah apakah sindikasinya
merupakan korporasi (perusahaan) atau bukan. Jika ya, maka alur modal awal yang
diberikan masing-masing bank dilebur manjadi satu kesatuan, sehingga keuntungan
dan kerugian menjadi hak dan tanggung jawab bersama sesuai dengan proporsi
modal masing-masing. Namun jika bukan korporasi, maka bank tidak mendapat
fasilitas pembiayaan.
Kemudian, yang harus diperhatikan
oleh bank syariah adalah mengklasifikasi apakah pembiayaan tersebut termasuk
modal kerja, investasi, atau konsumtif.
Sedangkan jika pembiayan take
over dalam bentuk sindikasi, maka yang harus diperhatikan oleh bank syariah
adalah apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau hutang pokok
plus bunga. Jika hanya hutang pokok saja maka bank sebaiknya memberikan
jasa hiwalah. Namun jika hutang pokok plus bunga maka bank syariah
memberikan qard kepada nasabah, sehingga nasabah dapat melunasi
hutangnya di bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak milik nasabah
secara penuh. Dalam hal ini, baik melalui pemnberian jasa hiwalah
ataupun pemberian qardh, langkah berikutnya yang dilakukan bank syariah adalah
mengidentifikasi apakah sindikasi tersebut berbentuk lead syndication club deal, atau sub sindication.
Jika sindikasi
tersebut berbentuk lead syndication, bank syariah perlu melakukan desain akad
musyarakah. Namun, jika bentuk sindikasi tersebut adalah club deal atau sub
sindication, bank syariah tidak perlu membentuk akad musyarakah. Setelah proses
identifikasi tentang bentuk-bentuk sindikasi dilakukan, bank syariah membeli
secara tunai aset nasabah yang menjadi objek pengalihan hutang tersebut untuk
kemudian disewabelikan kembali kepada nasabah melalui akad IMBT. Penerapan akad
IMBT ini pada hakikatnya adalah untuk menghindari terjadinya bai’ al-inah yang
merupakan salah satu akad jual beli yang dilarang dalam syariah.
Dalam hal
pembiayaan tersebut merupakan pembiayaan take over yang tidak berbentuk
sindikasi, hal yang pertama bank syariah lakukan adalah melakukan identifikasi terhadap
hutang nasabah, apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau
hutang plus bunga. Jika hanya terdiri dari hutang pokok, langkah pertama yang
diberikan bank adalah pemberian jasa hiwalah. Namun jika hutang nasabah terdiri
dari hutang pokok , langkah pertama yang diberikan bank syariah adalah
memberikan qardh kepada nasabah sehingga nasabah dapat melunasi hutangnya di
bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak
milik nasabah secara penuh .
Salah satu
bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat untuk
mengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang
sesuai dengan syariah. Dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank syariah
melakukan jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengan ada
atau tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan take over adalah
pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi
nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan
nasabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar