Kamis, 28 Juni 2012

Nuzul Wahyuni - Pembiayaan Istishna'


PEMBIAYAAN ISTISHNA
Pengertian
Istishna merupakan transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Landasan Syari’ah
Dari Al-Qur’an: al Baqarah ayat 282
يا أيها الذين ءامنوا إذا تداينتم بدين إلي أجل مسمي فاكتبوه .......
Artinya: wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang dengan waktu yang telah di tentukan, maka tuliskanlah hutang tersebut……
Dari Hadits:
من أسلف في شئ ففي كيل معلوم ووزن معلوم إلي أجل معلوم ( أخرجه الأئمة الستة)
“ Barang siapa yang melakukan salaf, hendaknya melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang telah diketahui.
Maksud Dan Tujuan Pembiayaan
1) Untuk membiayai kebutuhan investasi maupun modal kerja untuk pengadaan barang baik sektor pertanian, perdagangan, maupun industri.
2) Untuk pembelian dengan pesanan barang konsumsi misalnya rumah tinggal indent.
Ketentuan Dan Objek
1) Pembiayaan istishna menggunakan fatwa DSN no 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna dan no 22/ DSN-MUI/II/2002 tetang istishna pararel.
2) Istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dengan penjual ( pembuat barang/ Shani’).
3) Istishna pararel merupakan suatu bentuk akad istishna antara pemesan ( pembeli/mustashni) dengan penjual ( pembuat/shani’) kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.
4) Pembiayaan BNI istishna merupakan pembiayaan produktif maupun konsumtif untuk memenuhi kebutuhan barang produksi atau barang konsumtif yang dilakukan dengan cara pemesanan secara syari’ah sesuai dengan kemampuan masing-masing nasabah dengan akad istishna.
5) Karakteristik
a) Pembeli (bank) menguasai produsen untuk menyediakan barang pesanan sesuai spesifkasi sesuai dengan yang disyaratkan nasabah dan bank menjualnya dengan harga yang disepakati.
b) Harga barang tidak berubah selam jangka waktu akad.
c) Barang pesanan harus memenuhi kriteria:
- Memerlukan proses pembuatan setelah akad selesai
- Sesuai dengan spesifikasi pemesan (costumized) bukan produk masal
- Harus diketahui karakteristiknya secara umum, meliputi jenis, spesifikasi, teknis, kualitas, dan kuantitas.
d) Akad istishna pertama antara pemesan dengan bank harus terpisah dengan akad kedua yaitu antara bank dengan penjual, sehingga antara pemesan dengan penjual harus merupakan pihak yang berbeda.
e) Akad dala istishna pararel terdiri dari:
1. Akad bank dengan nasabah (akad pembiayaan).
2. Akad bank dengan produsen/ suplier (berupa bukti pemesanan/PKS/call name) dapat pula deberi wakalah kepada nasabah untuk berakad istishna dengan produsen.
f) Pada dasarnya akad istishna tidak dapat dibatalakan kecuali kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, dan akad dibatalkan demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
g) Nasabah pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual (Bank) atas jumlah yang telah dibayarkan dan penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.
h) Penjual (bank) mempunyai hak untuk memperoleh jaminan atas harga yang disepakati dan akan dibayar tepat waktu, pemindahan hak akan dilakukan saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.
i) Pembeli (nasabah) tidakboleh menjual barang atau meukarnya sebelum menerimanya.
j) Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang dengan kualitas lebih tinggi kecuali terdapat kesepakatan.
k) Bank tidak diharuskan memberi potongan harga (discount) apabila nasabah menerima barang dengan kualitas rendah kecuali terdapat kesepakatan.
l) Pendapatan istishna adalah total harga yang disepakati dala akad termasuk margin keuntungan. Margin adalah selisih penjualan dengan harga pokok istishna.
m) Pendaptan istishna diakui dengan menggunakan metode prosentase penyelesaian.
Rukun Dan Persyaratan Istishna
1) Rukun sistishna
a) Penjual/ bank (ba’i).
b) Pembeli/ nasabah (musytariy).
c) Barang yang diperjual-belikan (mabi’).
d) Ijab qabul (shigat) yang dituangkan dalam bentuk akad pembiayaan.
2) Persyaratan istishna
a) Pihak yang melakukan akad cakap hukum dan ridho/ suka sama suka.
b) Bebas riba
c) Barang (obyek yang dibiayai)
- Barang itu ada meskipun tidak ditempat.
- Barang itu milik sah si penjual/ bank.
- Tidak termasuk sebagai objek yang diharamkan sebagai objek jual beli.
- Barang tersebut sesuai dengan pernyataan penjual.
d) Harga dan keuntungan
- Harga jual bank adalah harga perolehan ditambah harga keuntungan.
- Keuntungan yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah.
- Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
- Sistem pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama.
e) Bank dapat meminta agunan tambahan atas fasilitas yang diberikan.
3) Dokumen
a) Surat keputusan pembiayaan.
b) Surat keterangan atau call memo bahwa bank telah membeli atau memesan barang dari suplier. Jika jual beli diwakilkan harus ada akad wakalah. Dan surat pernyataan dari penerima kuasa membeli atau memesan barang.
c) Akad istishna antar bank dengan pembeli atau nasabah.
d) Perjanjian pengikatan agunan.
e) Surat permohonan realisasi istishna.
f) Tanda terima uang.
g) Tanda terima barang.
h) Polis asuransi.

Resty Yulastri - PEMBIAYAAN TAKE-OVER BANK SYARIAH


MAKALAH
(PEMBIAYAAN TAKE-OVER BANK SYARIAH)
Absen 20


OLEH :
RESTI YULASTRI
NIM : 10916005065


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1433 H/2012 M




BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENDAHULUAN

Perkembangan perbankan di Indonesia sejak adanya revisi UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah telah memberikan andil besar dalam perkembangan perbankan syariah sampai sekarang ini. Menjamurnya bank syariah banyak menimbulkan kekhawatiran bank-bank konvesional sehingga banyak bank-bank konvensional membuka unit syariah. Kehadiran bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif berbasis syariah, yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi. Namun dewasa ini, banyaknya bank-bank yang mengatasnamakan bank syariah membuat masyarakat bingung dalam memilih bank mana yang harus mereka percayai. Dari masalah di ataslah, yang melatar belakangi penyusun untuk menyusun makalah ini, yaitu untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan penyusun mengenai sistem pembiayaan take-over perbankan syariah.
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembiayaan Take-Over Bank Syariah
Pembiayaan berdasarkan take over adalah salah satu bentuk pelayanan bank syariah dalam membantu masyarakat rnengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan men]adi transaksi yang sesuai dengan syariah berdasarkan permintaan nasabah. Dalam hal ini, bank syariah mengambil alih hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan jasa hiwalah atau menggunakan qard yangdisesuaikan dengan ada tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional.
Setelah nasabah melunasi kewajibannya kepada bank konvesnional transaksi yang terjadi adalah antara nasabah dengan bank syariah. Dalam pembiayaan berdasarkantake over ini, bank syariah mengklasifikasikan hutang kepada bank konvensional menajdi dua macarn, yaitu :
1.       hutang pokok plus bunga dan
2.      hutang pokok saja.
Dalam menangani hutang nasabah berbentuk hutang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa qard(pinjaman uang). Sebab, alokasi pengguanaan qard tidak terbatas, termasuk untuk menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan yang berbentuk hutang pokok saja, bank syariah memberikan jasahiwalah (alih hutang piutang). Sebab, hiwalah tidak bisa untuk menalangi hutang yang berbasis bunga.
Dengan demikian dalam memberikan pembiayaan, bank syariah dapat mengklasifikasikan pembiayaan yang diajukan nasabah ke dalam dua kategori, yakni pembiayaan take over ataunontake over.
Baik pembiayaan take over ataunontake over, faktor selanjutnya yang perlu diperhatikari oleh bank syariah adalah apakah pembiayaan tersebut berbentuk sindikasi atau nonsindikasi.
Jika pembiayaan berupa nontake over berupa sindikasi, maka yang perlu diperhatiakan adalah apakah sindikasinya merupakan korporasi (perusahaan) atau bukan. Jika ya, maka alur modal awal yang diberikan masing-masing bank dilebur manjadi satu kesatuan, sehingga keuntungan dan kerugian menjadi hak dan tanggung jawab bersama sesuai dengan proporsi modal masing-masing. Namun jika bukan korporasi, maka bank tidak mendapat fasilitas pembiayaan.
Kemudian, yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah mengklasifikasi apakah pembiayaan tersebut termasuk modal kerja, investasi, atau konsumtif.
Sedangkan jika pembiayan take over dalam bentuk sindikasi, maka yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau hutang pokok plus bunga. Jika hanya hutang pokok saja maka bank sebaiknya memberikan jasa hiwalah. Namun jika hutang pokok plus bunga maka bank syariah memberikan qard kepada nasabah, sehingga nasabah dapat melunasi hutangnya di bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak milik nasabah secara penuh. Dalam hal ini, baik melalui pemnberian jasa hiwalah ataupun pemberian qardh, langkah berikutnya yang dilakukan bank syariah adalah mengidentifikasi apakah sindikasi tersebut berbentuk lead syndication club deal, atau sub sindication.
Jika sindikasi tersebut berbentuk lead syndication, bank syariah perlu melakukan desain akad musyarakah. Namun, jika bentuk sindikasi tersebut adalah club deal atau sub sindication, bank syariah tidak perlu membentuk akad musyarakah. Setelah proses identifikasi tentang bentuk-bentuk sindikasi dilakukan, bank syariah membeli secara tunai aset nasabah yang menjadi objek pengalihan hutang tersebut untuk kemudian disewabelikan kembali kepada nasabah melalui akad IMBT. Penerapan akad IMBT ini pada hakikatnya adalah untuk menghindari terjadinya bai’ al-inah yang merupakan salah satu akad jual beli yang dilarang dalam syariah.
Dalam hal pembiayaan tersebut merupakan pembiayaan take over yang tidak berbentuk sindikasi, hal yang pertama bank syariah lakukan adalah melakukan identifikasi terhadap hutang nasabah, apakah hutang nasabah hanya terdiri dari hutang pokok atau hutang plus bunga. Jika hanya terdiri dari hutang pokok, langkah pertama yang diberikan bank adalah pemberian jasa hiwalah. Namun jika hutang nasabah terdiri dari hutang pokok , langkah pertama yang diberikan bank syariah adalah memberikan qardh kepada nasabah sehingga nasabah dapat melunasi hutangnya di bank konvensional dan aset tersebut menjadi hak  milik nasabah  secara penuh .
Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah. Dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank syariah melakukan jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengan ada atau tidaknya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensional. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan take over adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.